Secaralughat (bahasa), tarekat adalah bahasa Arab yang telah di Indonesiakan yang berarti “jalan, cara, garis, kedudukan, keyakinan dan agana”. [1] Pengertian seperti ini terdapat pada sembilan ayat Al Qur’an, yakni pada ayat 168 dan 169 surat An-Nisa, ayat 63, 77 dan 104 surat Thaha, ayat 30 surat Al-Ahqaf, ayat 17 surat Al Mu’minin, serta ayat 11 dan 16
Zikir dan do’a dilakukan setiap hari. Zikir dan doa tersebut meliputi lâ ilâ ha illallâh 25000 xya Allâh 25000 xmembaca saalawat xsetelah ashar membaca hizib bahr imam al-Syadzili kemudian membaca 7 surat,membaca do’a birrul walidainmandi, memakai wewangian, dan melakasanakan shalat maghribmandi setiap shalat fardhu Tata Cara Baiat atau Tahkim Pengokohan dan Talqin Pemberian Pakaian Sufi 1. Mursyid memerintahkan sâlik untuk membersihkan diri dari hadats dan najis untuk melakukan persiapan menerima talqin dan menghadap tawajjuh menghadap kepada Allâh Swt.;2. Mursyid menanyakan kepada sâlik tentang penerimaan talqin dan tawajjuh dengan menggunakan washilah Rasûlullâh Saw.;3. Mursyid meletakkan tangan kanannya ke tangan kanan sâlik dan meletakkan telapak tangannya di atas telapak tangan sâlik, mursyid memegang ibu jari sâlik dengan jari-jari tangan mursyid; 4. Mursyid memerintahkan sâlik bertaubat dan membaca istighfâr, mursyid menuntun sâlik membacaأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ آمَنْتُ بِاللهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ مِنَ اللهِ تَعَالَى وَعَذَابِ الْقَبْرِ نَعِيْمِهِ وَسُؤَالِ الْمَلَكَيْنِ وَالْبَعْثِ وَالْمِيْزَانِ وَالْجَنَّةِ وَالنَّارِ رَضِيْتُ بِاللهِ رَبَّا وَبِالْاِسْلَامِ دِيْنَا وَبِمُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَىْهِ وَسَلَّمَ نَبِيًّا وَرَسُوْلًا وَرَضِيْتُ بِكَ شَيْخًا وَوَاسِطَةِ اِلَى اللهِ تَعَالَى5. Kemudian mursyid berkata kami bermadzhab fiqih Syafi’iyah, bermadzhab aqidah Abi Hasan al-Asy’ari, Tarekat kita adalah Tarekat Alawiyah, Aqdu al-Yawaqit al-Jauhariyyah wa Samth al-Ain al-Dzahabi bi Dzikri al-Thariq al-Sadad al-Alawiyah, juz 2, halaman 147. Tata Cara Pemberian Khirqah Pakaian Sufi Jika mursyid menghendaki pemberian khirqah pakaian sufi kepada sâlik maka mursyid memerintahkan sâlik untuk Bersuci dan bertawadhu’;Membaca surat al-Fatihah;Mursyid memakaikan pakaian sufi dengan tujuan pemakaian tersebut sebagai pengganti penyematan dari Allâh Swt. dan Rasul-Nya;Kemudian mursyid menyebutkan penisbatan khirqah Mursyid berkata aku menyematkan pakaian ini kepadamu seperti aku menerimanya dari mursyidku al-Syaikh sampai pada akhir mursyid menginginkan menalqin zikir maka mursyid memerintahkan sâlik untuk duduk di depannya kemudian memerintahkannya memejamkan kedua mata dan menuntunnya membaca lâ ilâ ha illallâh surat al-Ikhlâs dan mu’awwidatain, dan membaca tahlil sampai diberi petunjuk berhenti oleh Allâh Swt. Semua bacaan itu pahalanya dihadiahkan kepada Nabi Muhammad Saw., para nabi, rasul, shalihin, dan seluruh orang muslim, Aqdu al-Yawaqit al-Jauhariyyah wa Samth al-Ain al-Dzahabi bi Dzikri al-Thariq al-Sadad al-Alawiyah, juz 2, halaman 147-148. Sumber
Saatdi Baghdad ini juga, Syekh Siti Jenar dibai’at dan silsilah tarekat Akmaliyah dari Syaikh Ahmad al-Baghdadi. Syekh Siti Jenar membaca dan empelajari dengan baik tradisi sufi dari al-Thawasin -nya al-Hallaj (858-922), al-Bustami (w.874),
ArticlePDF AvailableAbstractp>Tarekat yang diyakini oleh para sufi sebagai jalan hidup, telah memasukkan nilai-nilai pendidikan jiwa di dalam mengaplikasikan amalannya. Pendidikan jiwa merupakan usaha secara bertahap untuk memperbaiki seseorang yang mempunyai kecenderungan melakukan perbuatan yang belum baik, sehingga menjadi baik, dan akan terbuka pintu kebaikan dan kebenaran serta mudah menerima hikmah dari Allah swt. Pendidikan jiwa ditanamkan melalui berbagai aktifitas, sebagaimana amaliyah yang dilakukan oleh Tarekat Qadiriyah dan Naqsabandiyah , seperti bai’at, rabi>t}ah, z}ikir, manakiban dan suluk . Dengan berbagai bentuk amalan tersebut diharapkan dapat mencapai kebahagian hidup yang hakiki dunia dan akhirat. Nilai pendidikan jiwa dapat berbentuk tazkiyatu al nafs, taqarrub ila> Alla>h dan ma’rifat bi Alla>h. Dan terbukti bahwa amaliyah Tarekat Qadiriyah dan Naqsabandiyah menghasilkan ketenangan jiwa bagi pengikutnya, terhindar dari sifat iri dan dengki serta mampu mengontrol diri dari perbuatan muraqqabah dan suluk. Melakukan amalan tarekat berarti melakukan proses pendidikan jiwa. Langkah-langkah yang dilalui dalam mengamalkan tarekat adalah tazkiyatu al nafs, taqarrub ila> All a>h dan ma’rifat bi Alla>h. Terbukti bahwa jama’ah masjid Babul Muttaqin yang telah menjadi anggota tarekat Qadiriyah dan Naqsabandiyah jiwanya menjadi tenang, terhindar dari sifat iri dan dengki serta mampu mengontrol diri dari perbuatan kunci tarekat, proses, pendidikan, jiwa. Marwan Salahudin, Binti Arkumi66Esoterik Jurnal Akhlak dan Tasawuf Volume 2 Nomor 1 2016Abstractis article describes the practice of Qadiriyah Naqsyabandiyah as a process of soul education. Education of the soul gradually attempts to correct someone having a tendency to do incorrect thing into the correct ones. rough the process of education, the soul will be open to receive goodness and truth, as well as easy to receive wisdom from Allah Swt. e congregation practice is actually a part of the process form of the soul education, because it contains some readings of z}ikir showing Oneness and glorify of Allah as the Lord of the universe. e practice of the congregation done using methods that touches the human’s deepest soul, namely bai’at, rabi>t}ah, muraqqabah and suluk. Doing the practice of the congregation means the process of education of the soul. e steps followed in practice congregation include tazkiyah al nafs, taqarrub ila> Alla>h and ma’rifat bi Alla>h. It is evident that mosque congregations of Babul Muttaqin belonging to a member of Qadiriyah and Naqsyabandiyah, their soul became calm, the jealousy will be avoided and they will be able to control themselves from negative words Tarekat, Process, Soul proses modernisasi seringkali mengagungkan nilai-nilai yang bersifat materi mengabaikan unsur-unsur spiritualitas. Benturan nilai-nilai materi dan unsur-unsur rohani dalam alam modern, secara tidak langsung memberi gambaran bagi sikap hidup suatu komunitas pada zaman yang suka mengagung-agungkan materi. Akibatnya akan membawa kepada kegersangan jiwa bahkan mematikan hati. Sebagaimana analisis yang dilakukan oleh Ahmad Mubarok tentang ganguan-ganguan kejiwaan yang dialami oleh manusia-manusia modern, diantaranya; 1 kecemasan karena hilangnya orientasi hidup the meaning of life, 2 kesepian karena hubungan/relasi interpersonal yang dibangun jauh dari ketulusan, 3 kebosanan hidup dalam kepalsuan dan kepura-puraan, 4 perilaku menyimpang, 5 psikosomatik. Timbulnya ganguan sik disebabkan oleh faktor-faktor kejiwaan dan sosial Ahmad Mubarok, 2000, hal. 1.Pola hidup yang demikian ini memang tidak bisa terlepas dari takdir terhadap manusia yang diciptakan terdiri dari dua unsur; jasmani dan rohani. Ketika manusia mengalami kedewasaan berkir, maka dari kedua unsur tersebut muncul berbagai keinginan, terkadang diantara keinginan tersebut timbul pertentangan satu sama lain. Keinginan rohani mengajak manusia untuk selalu melangkah ke hal-hal yang sifatnya positif dan perbuatan yang baik. Sebaliknya keinginan jasmani mengajak manusia ke hal-hal yang hanya bersifat duniawi, akibatnya sering terjadi benturan-benturan. Untuk itu jika manusia ingin mengendalikan benturan yang saling Amalan Tarekat Qadiriyah Wa Naqsabandiyah Sebagai Proses Pendidikan Jiwa67 Esoterik Jurnal Akhlak dan Tasawuf Volume 2 Nomor 1 2016bertolak belakang itu, maka ia harus berusaha mengatur dan mendidik jiwanya Edi Sugianto, 2014, hal. 2.Tarekat yang diyakini oleh para su sebagai jalan hidup, telah memasukkan nilai-nilai pendidikan jiwa di dalam mengaplikasikan amalannya. Dalam tarekat mursyid berperan sebagai pendidik, pengikutnya berperan sebagai peserta didik, dan amalan tarekat merupakan materi pelajarannya. Pada hakekatnya pendidikan dalam tarekat adalah pendidikan rohani Para ahli tarekat berkeyakinan, bahwa hakekat manusia adalah rohaninya, sehingga apa yang dilakukan oleh anggota tubuhnya adalah atas perintah rohaninya. Jika rohaninya jahat maka jeleklah perbuatan yang dilakukan, demikian sebaliknya. Dengan demikian maka mendidik rohani berarti telah mendidik hakikat manusia, dan akan berdampak pada seluruh totalitas kemanusiannya Kharisudin Aqib, 1998, hal. 154.Banyak tarekat yang berkembang di Indonesia, khususnya di tanah Jawa. Salah satunya adalah tarekat Qadiriyyah wa Naqsabandiyyah. Tarekat ini merupakan penggabungan univikasi inti ajaran dari dua tarekat besar; tarekat Qadiriyyah dan Naqsabandiyyah. Tarekat ini didirikan oleh syekh besar masjid al-Haram di Makkah, bernama Ahmad Khatib ibn Abd. Ghaar al-Sambasi al-Jawi w. 1878 M. Beliau adalah seorang ulama’ besar dari Indonesia yang tinggal sampai akhir hayatnya di Makkah. Para murid yang belajar kepada beliau, telah mengembangkan ajarannya sampai di tanah air khususnya di tanah Jawa. Di Masjid Babul Muttaqin Desa Kradenan Jetis Ponorogo adalah salah satu tempat berkembangnya tarekat ini. Para pengikutnya tidak hanya berasal dari desa itu saja, tetapi juga berasal dari desa-desa lain di sekitarnya. Tarekat ini pada mulanya dipimpin oleh seorang kyai bernama yang setelah meninggal dunia, digantikan oleh puteranya bernama K. Imam tarekat itu umumnya bertujuan untuk tazqiyat al-nafs penyucian jiwa. Diantaranya adalah z}ikir yaitu mengingat Allah dengan membaca kalimat-kalimat t{ayyibah, bai’at yaitu janji seorang murid tarekat kepada mursyid guru untuk menjalankan amalan-amalan dalam tarekat, rabi>t{ah yaitu mengingat mursyid atau prosesi pembai’atan ketika z}ikir, muraqabah atau kontempelasi yaitu duduk tafakur mengheningkan cipta dengan penuh kesungguhan hati seolah-olah berhadapan dengan Allah dan manaqiban yaitu membaca silsilah Abdul Qadir Jailani secara berjamaah dan dilagukan. Karena ajaran z}ikir dalam tarekat ini selain bernilai ukhrawi, juga bermanfaat untuk menghindarkan diri dari merebaknya berbagai macam gejala penyakit psikosomatik yang banyak menimpa masyarakat modern, maka z}ikir juga berfungsi sebagai metode psikoterapi. Dengan banyak melakukan z}ikir, jiwa akan menjadi tentram, tenang dan damai, serta tidak mudah terombang-ambing oleh pengaruh negatif lingkungan dan budaya global. Berawal dari sinilah penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang bagaimana sebuah amalan tarekat menjadi sarana pendidikan jiwa supaya manusia memperoleh kehidupan yang tenang dan damai. Hal ini penting karena berbagai perubahan yang terjadi di mayarakat dewasa ini akibat perkembangan ilmu Marwan Salahudin, Binti Arkumi68Esoterik Jurnal Akhlak dan Tasawuf Volume 2 Nomor 1 2016pengetahuan dan teknologi serta derasnya arus globalisasi manusia membutuhkan pegangan agar jiwanya tetap tenteram, tenang dan damai namun dapat tetap mengikuti arus perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta tidak larut dalam berbagai pengaruh globalisasi. Obyek penelitian ini adalah sebuah pusat kegiatan tarekat yakni Masjid Babul Muttaqin desa Kradenan Jetis dalam penelitian ini difokuskan pada proses pendidikan jiwa dengan sarana amaliyah tarekat Qadiriyyah wa Naqsabandiyyah? Dengan pendekatan naturalistik dan teknik observasi partisipan serta wawancara mendalam, peneliti telah mengumpulkan data untuk menggali masalah-masalah di atas. Dari data yang telah dikumpulan dianalisis dengan alur pengumpulan data, reduksi data, paparan data dan penarikan kesimpulan sebagaimana teori Miles dan Huberman dan hasilnya secara ringkas disajikan dalam artikel Jiwa Pendidikan merupakan sebuah aktitas, yakni upaya yang secara sadar dirancang untuk membantu seseorang atau sekelompok orang dalam mengembangkan pandangan hidup, sikap dan ketrampilan hidup, baik yang bersifat manual petunjuk praktis maupun mental dan social Mujtahid, 2011, hal. 19. Dalam bahasa Arab pendidikan bisa berasal dari asal kata tarbiyah rabba, yarubbu, tarbiyatan, yang berarti usaha sadar untuk memelihara, mengasuh, merawat, memperbaiki dan mengatur kehidupan peserta didik agar ia dapat survive lebih baik dalam kehidupannya Mujtahid, 2011, hal. 3. Secara sederhana pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan. Usaha itu dilakukan untuk menanamkan nilai-nilai atau norma-norma dan mewariskannya kepada generasi berikutnya untuk dikembangkan dalam hidup dan kehidupannya Djumberansah Indar, 1994, hal. 16.Kata jiwa berasal dalam bahasa Sansekerta jiva yang artinya benih kehidupan. Dalam pandangan lsafat, jiwa diartikan sebagai bagian yang bukan jasmaniah immaterial dari seseorang Albertus Aditya, 2014, hal. 1. Dalam perkembangan selanjutnya penggunakaan istilah jiwa sering disamakan sinonim dengan pikiran, ruh, akal dan nafs. Harun Nasution, menyamakan antara jiwa dengan ruh. Menurutnya, jiwa manusia dibagi menjadi tiga yaitu pertama jiwa tumbuh-tumbuhan yang hanya mempunyai daya makan, tumbuh, dan berkembang biak. Kedua, jiwa binatang yang selain berjiwa seperti tumbuh-tumbuhan juga mempunyai daya bergerak dan menangkap. Ketiga, jiwa manusia dengan dua daya yaitu daya praktis yang hubungannya dengan badan, dan daya teoritis yang mampu berkir tentang hal-hal abstrak seperti wujud Tuhan Harun Nasution, 2004, hal. 8.Dengan perantaraan jiwa, manusia memperoleh pengetahuan. Harun Nasution membagi pengetahuan menjadi dua pengetahuan pancaindera yaitu sesuatu yang hanya dilihat dari sifat lahir tampak saja, dan pengetahuan akal yaitu Amalan Tarekat Qadiriyah Wa Naqsabandiyah Sebagai Proses Pendidikan Jiwa69 Esoterik Jurnal Akhlak dan Tasawuf Volume 2 Nomor 1 2016mengenai hakikat sesuatu yang hanya dapat diperoleh dengan cara melepaskan diri dari sifat kebinatangan yang ada dalam diri manusia. Itu dilakukan dengan cara meninggalkan hal-hal yang sifatnya duniawi zuhud dan berkir serta berkontemplasi untuk mendekatkan diri kepada Allah Harun Nasution, 2004, hal. 9. Ada tiga sifat jiwa yang disebutkan dalam Al Qur’an, yaitu 1 selalu mengajak berbuat jelek karena dikuasai nafsu Al Qur’an, 1253, 2 sifat menyesal, yakni menyesal karena perbuatan maksiyatnya atau tidak berbuat baik lebih banyak Al Qur’an, 752 dan 3 sifat tenang Al Qur’an, 8927-30.Adapun yang dimaksud dengan pendidikan jiwa dalam penelitian ini adalah usaha secara bertahap untuk memperbaiki jiwa seseorang atau sekelompok orang yang sifatnya mempunyai kecenderungan melakukan perbuatan yang belum baik atau kurang benar, dengan melalui upaya pembiasaan dan pelatihan diharapkan dapat memperbaikinya, sehingga menjadi baik atau benar. Usaha tersebut dilakukan secara bertahap disesuaikan dengan keadaan jiwa masing-masing orang atau sekelompok orang. Melalui proses pendidikan, jiwa mereka akan terbuka pada pintu-pintu kebaikan dan kebenaran, serta mudah menerima hikmah dari Allah Swt. Karena itu proses pendidikan jiwa dapat dilakukan melalui amaliyah praktek tarekat sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Dengan demikian berbagai bentuk amalan tarekat dapat dijadikan sarana untuk mendidik jiwa agar mencapai ketenangan hidup yang hakiki dunia dan akhirat. Proses itu dapat menggunakan berbagai tahapan seperti berikutPertama, Tazkiyat al-nafs, yaitu suatu upaya menciptakan kondisi jiwa agar merasa tenang, tentram dan senang dalam beribadah kepada Allah, dengan cara menyucikan diri dari semua kotoran dan penyakit jiwa. Menurut Ahmad Mubarok ada bermacam-macam penyakit jiwa dan penyakit hati. Penyakit jiwa itu antara lain a Kecemasan, karena hilangnya orientasi hidup the meaning of life. b Kesepian, karena hubungan/relasi interpersonal yang dibangun jauh dari ketulusan. c Kebosanan, karena hidup dalam kepalsuan dan kepura-puraan. d Perilaku menyimpang hingga menjurus ke tindakan kriminal. e Psikosomatik, yaitu ganguan sik yang disebabkan oleh faktor-faktor kejiwaan dan sosial Ahmad Mubarok, 20001. Sedangakan penyakit hati antara lain a Iri hati, yaitu suatu sifat yang tidak senang akan rizki dan nikmat yang didapat oleh orang lain dan cenderung berusaha untuk menyainginya. b Dengki, adalah suatu sikap yang tidak senang melihat orang lain bahagia dan berusaha untuk menghilangkan nikmat tersebut. c Hasud adalah suatu sifat yang ingin selalu berusaha mempengaruhi orang lain agar marah dengan tujuan agar dapat memecah belah tali persaudaraan sehingga timbul permusuhan dan kebencian antar sesama. d Fitnah adalah suatu kegiatan menjelek-jelekkan, menodai, merusak, menipu, membohongi seseorang agar menimbulkan permusuhan sehingga dapat berkembang menjadi tindak kriminal pada orang lain tanpa bukti yang kuat. e Buruk sangka adalah sifat yang curiga atau menyangka orang lain berbuat buruk tanpa disertai bukti yang jelas, dan f Khianat adalah sikap tidak bertanggungjawab atau mengingkari kepercayaan yang Marwan Salahudin, Binti Arkumi70Esoterik Jurnal Akhlak dan Tasawuf Volume 2 Nomor 1 2016telah dilimpahkan kepadanya. Proses tazkiyat al-nafs ini dilakukan dengan cara berzikir mengingat Allah secara terus menerus. Jika jiwa seseorang telah suci maka akan mudah dilatih dan dididik untuk menerima pengetahuan apapun, terutama pengetahuan tentang taqarrub ila> Alla>h atau mendekatkan diri kepada Allah merupakan nilai utama pendidikan jiwa dalam tarekat. Dalam amalan sebuah tarekat kegiatan ini dilakukan dengan cara muraqabah, khalwat dan rabit}ah. Muraqabah adalah duduk tafakur atau mengheningkan cipta dengan penuh kesungguhan lat{{ah”. Ia merupakan amalan khas yang mesti ada dalam setiap tarekat. Yang dimaksud z}ikir dalam suatu tarekat adalah mengingat dan menyebut nama Allah, baik secara lisan maupun secara batin Kharisudin Aqib, 199836. Pendapat lain mengatakan bahwa zikir adalah menyebut asma Allah Swt dengan ungkapan-ungkapan seperti membaca tasbih subh{ah, tahmid alh{amdu lillah Akbar, dan tahlil laha illa Alla>h Asep Usman Ismail, 1993, hal. 319. Selain itu, membaca al-Quran dan doa-doa yang bersumber dari kitab suci termasuk pula dalam pengertian z}ikir. Bacaan kalimah-kalimah tersebut dilakukan berulang-ulang dengan hitungan tertentu dengan tujuan untuk mencapai kesadaran diri akan Tuhan Allah secara permanen Martin Van Bruinessen, 1998, hal. 80. Sedangkan tujuan lainnya menurut Kharisudin, z}ikir diyakini sebagai materi yang paling sesuai untuk membersihkan jiwa dari segala macam kotoran dan penyakit-penyakitnya Kharisudin Aqib, 1998, hal. 37. Dengan melakukan z}ikir secara sungguh-sungguh dan memusatkan pikiran hanya kepada kalimah Allah yang sedang dibacanya, maka segala nafsu dan amarah akan sirna. Bentuk z}ikir ada dua macam, yakni z}ikir yang diucapkan dengan lisan z}ikir jahr dan zikir yang diingat dalam qalbu z}ikir kha Asep Usman Ismail 1993319. Dalam tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah, z}ikir adalah aktitas lidah lisan maupun hati batin untuk menyebut dan mengingat asma Allah baik dalam bentuk kalimat la> il>h maupun ism zat Allah,Allah,… dan penyebutan tersebut telah dibai’atkan atau ditalqinkan oleh seorang mursyid yang muttasil fayd sambung sanad dan berkahnya Kharisudin Aqib, 1998, hal. 80. Amalan Tarekat Qadiriyah Wa Naqsabandiyah Sebagai Proses Pendidikan Jiwa73 Esoterik Jurnal Akhlak dan Tasawuf Volume 2 Nomor 1 2016Dalam ajaran tarekat ini terdapat dua jenis zikir yaitu z}ikir na ithba>t dengan menyebut la> ila>ha illa Alla>h tidak ada Tuhan selain Allah dan z}ikir ism z}a>t dengan menyebut nama z}at itu sendiri yaitu Allah, Allah….. z}ikir na ithba>t diamalkan secara jahr bersuara dan merupakan ciri khas tarekat Qadiriyah sedangkan z}ikir ism z}a>t diamalkan secara sirr atau kha dalam hati, dan merupakan ciri khas tarekat Naqsabandiyah. Dalam ajaran tarekat ini kedua jenis z}ikir tersebut dibai’atkan sekaligus oleh mursyid pada bai’at pertama bacaan z}ikir yang diamalkan pengikut tarekat di Desa Kradenan Jetis Ponorogo adalah 1 Membaca istighfa>r, kemudian rabi>t}ah sebentar; 2 Membaca la Alla>h 165 kali; 3 Membaca s}ala>wat munjiyat; 4 Membaca surah al fa>tihah dihadiahkan kepada Nabi Muhammad Syekh Abdul Qadir Jailani, Syekh Junaidi dan kepada semua orang-orang muslim; 5 Membaca surat al-ikhlas 3 kali, lalu rabi>t}ah disertai z}ikir dalam hati dan membaca doa Observasi, 2015. Z}ikir ini dibaca bersama setiap hari Selasa di masjid Babul Muttaqinb desa Kradenan Jetis, selesai salat Z}uhur berjama’ah, dan selanjutnya dibaca sendiri-sendiri setiap hari di rumah masing-masing. Pengamalannya dalam bentuk z}ikir jahr na ithbat dan dhikir lat{ah merupakan merupakan tujuan akhir seorang pengikut tarekat. Seseorang yang sudah mencapai derajat ini merasa akan menemukan kebahagian yang hakiki. Pada tingkat ini berarti jiwa akan tenang dan tenteram. Untuk mencapai tingkat ini ia harus menempuh suatu proses pendidikan dengan menggunakan beberapa metode, yaitu bai’at, rabit}ah, muraqqabah dan suluk, dengan materi pendidikan yang dinamakan zikir dan manakib. Di Masjid Babul Muttaqin Desa Kradenan Jetis Ponorogo proses tersebut dilaksanakan seperti berikutPertama, bagi pengikut baru akan dilakukan pembaiatan. Dalam proses pembaiatan ini, anggota maupun mursyid sama-sama dalam keadaan suci, pikiran tenang hati ikhlas. Pada saat itu mursyid menyampaikan materi lafaz-lafaz z}ikir yang ditirukan oleh pengikut. Mereka diminta untuk memejamkan mata dan membayangkan prosesi pembai’atan yang sedang dialami. Proses ini yang disebut rabi Alla>h dan ma’rifat bi Alla>h, para pengikut tarekat harus melakukan z}ikir sebanyak-banyaknya. Proses pengamalan z}ikir inilah bentuk pendidikan jiwa. Para jamaah mengucapkan lafal “la Alla>h” , dengan mata terpejam dan gerakan mereka seperti orang yang menggeleng-nggelengkan kepala, mereka sedang menggambarkan gerakan secara simbolik, yaitu ketika mengucapkan kalimat “la Alla>h” ke lubuk hati yang ada di dada kiri, dengan sekuat-kuatnya. Gerakan simbolik ini dimaksudkan agar lebih menggetarkan hati sanubari, dan membakar nafsu-nafsu jahat yang dikendalikan oleh syetan. Gerakan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut Amalan Tarekat Qadiriyah Wa Naqsabandiyah Sebagai Proses Pendidikan Jiwa75 Esoterik Jurnal Akhlak dan Tasawuf Volume 2 Nomor 1 2016PenjelasanPusat C. Dada kananA. Otak D. Dada kiri B. Gerakan simbolik tersebut dimaksudkan, agar semua lat{ih dilukiskan dengan hati yang hidup, sementara hati yang lalai mengingat Allah meskipun lisannya sering menyebut asma Allah dengan membaca tasbih, tahmid, takbir dan tahlil digambarkan dengan hati yang mati. Karena bacaannya masih sebatas lisan belum menembus hati yang paling dalam. Hati yang mati akan mudah terjangkit penyakit-penyakit hati seperti nifaq, iri dan dengki. Oleh karena itu dengan dihidupkannya hati seseorang dan dilatih secara rutin untuk selalu mengingat Allah, maka dia akan terhindar dari macam-macam penyakit hati. Mampu melakukan kontrol diri dari perbuatan negatifKrisis moral yang paling utama melanda diri manusia secara umum sebenarnya adalah kurangnya kepercayaan akan pengawasan Allah pada perbuatan manusia. Kondisi ini menyebabkan manusia lepas kontrol dan berbuat seenaknya tanpa rasa bersalah, karena yang menjadi ukuran mereka adalah selama tidak ada orang lain yang tahu, mereka menganggap perbuatan mereka aman. Karena itu di saat muraqabah, mursyid tarekat mengajarkan kepada jamaahnya akan kehadiran Allah dan selalu mengawasinya di manapun manusia berada. Dengan metode ini jiwa manusia dibiasakan untuk ikhlas ketika berbuat baik kepada sesama manusia Amalan Tarekat Qadiriyah Wa Naqsabandiyah Sebagai Proses Pendidikan Jiwa77 Esoterik Jurnal Akhlak dan Tasawuf Volume 2 Nomor 1 2016dan semata-mata karena Allah bukan atas dorongan pujian. Begitu pula sebaliknya jika ada dorongan dalam jiwanya untuk berbuat buruk negatif baik dilakukan secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi, mereka dapat mengontrol dirinya dari perbuatan buruk tersebut, karena di dalam jiwanya sudah tertanam pembahasan tentang amalan tarekat sebagai proses pendidikan jiwa sebagaimana diuraikan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan jiwa merupakan usaha secara bertahap untuk memperbaiki pribadi seseorang atau sekelompok orang yang mempunyai kecenderungan melakukan perbuatan yang belum baik atau kurang benar, melalui upaya pembiasaan dan pelatihan, dengan harapan agar dapat memperbaikinya, sehingga menjadi baik atau benar. Usaha tersebut dilakukan secara bertahap disesuaikan dengan keadaan jiwa masing-masing orang atau sekelompok orang. Proses pendidikan jiwa dapat dilakukan melalui amalan tarekat dengan tiga tahap tazkiyah al nafs, taqarrub ila> Alla>h dan ma’rifat bi Alla>h. Pelaksanaan amalan tarekat menggunakan metode b ai’a >t, rabit}a>h, muraqqabah dan sulu>k, sedangkan materi yang digunakan untuk mencapai tujuan, yakni mencapai derajat ma’rifat bi Alla>h adalah bacaan z}ikir, kemudian untuk membentuk akhlak mulia dibaca tarekat di Majid Babul Muttaqin, Kradenan Jetis Ponorogo dimulai dengan malakukan bai’at dan talqi>n bacaan z}ikir, dan prosesi rabi>t}ah. Muraqqabah dilakukan dengan membaca kalimat z}ikir la> ila>ha illa> Alla>h sebanyak-banyaknya agar mampu mencapai derajat ma’rifat bi Alla>h. Manaqib dilakukan sebulan sekali untuk menghormati mursyid pendiri tarekat ini. Hasil pendidikan jiwayang dicapai oleh para pengikut tarekat Qodiriyah wa Naqsabandiyah adalah jiwa menjadi tenang, dapat terhindar dari penyakit hati seperti iri dan dengki dan dapat melakukan kontrol diri dari perbuatan negative. Marwan Salahudin, Binti Arkumi78Esoterik Jurnal Akhlak dan Tasawuf Volume 2 Nomor 1 2016ReferensiAbdul, Munawir, Fatah. 2011. Tradisi orang-orang NU, Yogyakarta Pustaka Pesantren, Aditiya, Albertus. 2014, Oktober 16 . Jiwa, dalam Admin Dzikrullah. 2015, Maret 25. Manaqib Syekh Qadirun Yahya, dalam http//dzikrullah– Kharisudin. 1997. Al-Hikmah. Surabaya Dunia Ilmu,Ali, Atabik dan Muhdlor, Ahmad Zuhdi. 1989. Kamus Kontemporer Arab Indonesia, Yogyakarta Yayasan Ali Maksum Pondok Pesantren Azyumardi. 2012. Pendidikan Islam, Jakarta Syamsul, 2009. e Power of Tasawuf Reiki, Yogyakarta Pustaka Martin Van. 1998. Tarekat Naqsabandiyah di Indoneseia, Bandung Mizan. Buseri, Kamrani. 2003. Antologi Pendidikan Islam dan Dakwah Pemikiran Teoritis Praktis Kontemporer, Yogyakarta UII Ahmad. 1983. Allah dan Manusia, Jakarta Ahmad. 2012. Tazkiyatun Nafs, Jakarta Ummul Fisieri. 2011. Pengantar Filsafat Nilai, terj. Cuk Ananta Wijaya, Yogyakarta Pustaka Fathullah. 2001. Kunci-kunci Rahasia Su, Jakarta Raja Grando persadaHadi, Sofyan. 2014 Oktober 17. Tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah di Minangkabau, dalam Hadi, Syahrul. 2014 Oktober 17. Konsep Nafs dalam Tafsir Al-Misbah Karya M. Quraish Shihab Solusi Qur’ani dalam Membentuk Karakter, dalam Ibnu. 1996. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kualitatif Dalam Pendidikan Jakarta Raja Grando Abdul, Al-Balali. 2003. Madrasah Pendidikan Jiwa, Jakarta Gema Insani Press. Amalan Tarekat Qadiriyah Wa Naqsabandiyah Sebagai Proses Pendidikan Jiwa79 Esoterik Jurnal Akhlak dan Tasawuf Volume 2 Nomor 1 2016Huda, Sokhi. 2010. Model Pendidikan Tasawuf Walisanga, Perspektif Teori-teori Pendidikan, dalam Tsaqafah, Jurnal Peradaban Islam, 6 2, Isid Gontor M Djumberansyah. 1994. Filsafat Pendidikan, Surabaya Karya Anda. Ismail, Asep Usman. 1993. Ensiklopedi Islam Vol III, “Tasawuf ”, Jakarta Ichtiar Baru Van Hoeve, Cet Arief B Ed. 2010. Majmu’ah Rasa’il al Imam al Ghazali 9 Risalah al Ghazali, Terj. Irwan Kurniawan, Bandung Pustaka Hidayah, Jalaluddin. 1987. Sinar Keemasan, Jilid I. Ujung Pandang PPTI. Khaled, Syekh Bentounes, 2003. Tasawuf Jantung Islam, Yogyakarta Pustaka Su.Labib, Mz. 2001. Samudra Ma’rifat, Surabaya Tiga Laily. 1996. Para Su, Jakarta Raja Grando Ahmad. 2000. Jiwa dalam al-Qur’an. Jakarta 2011. Reformasi Pendidikan Islam, Malang UIN-Maliki Syaq A. 2001. Nilai-nilai Islam, Yogyakarta Pustaka 2004. Mengartikulasikan Pendidikan Nilai Bandung Harun. 2004. Filsafat dan Mistisisme dalam Islam, Jakarta Bulan Ted, 2006. Muzaar Iqbal, yed Nomanul Haq Eds. Tuhan, Alam, Manusia, Perspektif Sains dan Agama, Bandung Mizan Mujamil. 2005. Epistemologi Pendidikan Islam, Jakarta A Fuad. 1994. Hakekat Tarekat Naqsabandiyah, Jakarta Pustaka 2013. Menata Kehidupan Pada Usia Lanjut, Jakarta Praninta Edi. 2014, November 25. Tips Mendidik Jiwa, dalam 2011/ Susanto, Faisal Bahar. 2014 Oktober 17. Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah TQN Tinjauan Historis dan Edukatif Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah di Desa Balak, dalam Mihmidaty. 2012. Pendidikan Tasawuf dan Aplikasinya, Surabaya IAIN Sunan Ampel Press. ... There are two kinds, namely jahr or loud, by saying Lā ilāha illā Allāh, and khafy, meaning noiseless, performed by reciting ism dzāt Allah, Allah, etc. in the heart. Dhikr is only legitimate if it has been talqin/berkah or blessed by the Murshid teacher Marwa Salahudin & Arkuni, 2016. • The symbolic meaning of dhikr is that the nature of every work is part of remembering Allah, and remembrance is a pleasure because the mortality of life is felt. ...... There are two kinds of dhikr, which are jahr or loud, performed by reciting Lā ilāha illā Allāh, and khafy, which is of the heart and done soundlessly by reciting the ism dzāt, such as Allah, Allah, etc. However, the TQN dhikr is only legal if it has been recited by the Murshid teacher Marwa Salahudin & Arkuni, 2016. ... Munawar RahmatM. Wildan YahyaThe students of Indonesia University of Education UPI and Bandung Islamic University UNISBA typically practice religion as it was received from their parents and socio-religious environment. They Salat, which is the main prayer of Islam, simply abort their obligations, and after praying, immediately leave their prayer mats without making dhikr or remembering God first. Furthermore, they do not understand khushu` Salat, which involves remembering God throughout the prayer, along with the meaning of dhikr, and the importance of a Murshid, which is the Grand Shaykh of Sufi Order. They also view Sufism as non-Islamic teaching and are cynical about the practitioners. Therefore, this study aims to examine the effectiveness of the Sufistic learning model in Islamic Religious Education to improve students’ understanding of these teachings in a substantive and tolerant manner. This research used an R&D approach, and the stage that was performed involved the preparation of a draft model and associated trials. Meanwhile, the learning used the madhhab typology approach of the Sufi and Shari`a Islamic models. The trial results showed that the Sufistic approach was effective in increasing students’ understanding of Islamic teachings in a substantive and tolerant manner. Before learning, students were unaware of Sufi Islam and viewed it as a foreign influence. Also, they did not understand khushu` prayers, comprehend the importance of dhikr, nor that of learning from Murshid. After learning, they understood Sufism, accepted the teachings and did not consider them to be foreign influences, and also recognized Islam in a substantive and tolerant manner. Therefore, the Sufism approach is improving the quality of religion and tolerance of students, with the implication that the model is an alternative in learning Islamic education at This study aims to examine the effectiveness of the Sufistic learning model in Islamic Religious Education to improve students’ understanding of Islamic teachings in a substantive and tolerant A research and development R&D approach, which was performed in the preparation of a draft model and associated trials, was used. Meanwhile, the learning employed the madhhab typology approach of the Sufi and Shari`a Islamic The trial results showed that the Sufistic approach in Islamic Education was effective in increasing students’ understanding of Islamic teachings in a substantive and tolerant manner. Before learning, students unfamiliar with Sufi Islam, saw it as a foreign influence, and did not understand khushu` Salat, which involves remembering God throughout the prayer. Also, they considered dhikr, which means to remember God, and learning from Murshid as unimportant. However, they understood Sufism, accepted it as Islamic teachings and not foreign influences, and recognized the religion in a substantive and tolerant manner after the learning The Sufism approach in Islamic Education has succeeded in improving the quality of religion and tolerance of students.... Amalan zikir dalam tarekat ini bukan sahaja memberi kesan dari sudut ukhrawi, bahkan turut berperanan sebagai benteng yang ampuh daripada penyakit psikosomatik serta medium psikoterapi. 47 Bai'ah atau ijazah yang diterima oleh sebahagian besar penuntut ilmu di madarasah Pulau Besar daripada Syeikh Ismail sudah pastinya secara tidak langsung telah disebarkan dan diamalkan oleh penduduk setempat. Keperibadian Syeikh Abdul Qadir yang unggul secara tidak langsung turut menyumbang kepada perkembangan tarekat ini dalam dunia Islam termasuklah di rantau nusantara. ... Khairul Azhar MeeranganiPulau Besar merupakan salah sebuah lokasi tumpuan di Melaka yang banyak dikaitkan dengan kisah mistik dan lagenda. Para pelancong dari dalam dan luar negara sering melawati pulau ini atas pelbagai tujuan dan keperluan. Meskipun lebih masyhur dengan kisah-kisah mistik, pulau ini sebenarnya merupakan antara lokasi utama penyebaran dan perkembangan agama Islam di Melaka suatu ketika dahulu. Kehadiran para ulama tasawuf dari benua Arab seperti Syeikh Ismail dan Syeikh Yusuf ternyata telah berjaya mengubah pegangan dan anutan agama masyarakat setempat. Kajian ini bertujuan mengkaji peranan dan sumbangan yang dimainkan oleh para ulama tasawuf dalam aktiviti penyebaran dan perkembangan Islam di Pulau Besar, Melaka. Fakta sejarah diperoleh daripada sumber primer dan sumber sekunder yang seterusnya dianalisis secara induktif bagi merumuskan peranan mereka menyebarkan Islam dalam kalangan masyarakat tempatan. Keunikan dakwah yang disampaikan telah menarik minat penduduk tempatan untuk mempelajari seterusnya menganuti ajaran Islam. Pembinaan madrasah di Pulau Besar oleh mereka telah menjadikan pulau ini sebagai antara lokasi tumpuan pengajian dan penyebaran Islam di Nusantara. Madrasah ini juga telah melahirkan beberapa tokoh terkemuka dalam dakwah Islam seperti Sunan Giri dan Sunan Bonang yang akhirnya telah meneruskan usaha dakwah ini ke seluruh Nusantara. Ternyata, para ulama tasawuf ini telah memainkan peranan yang cukup signifikan dalam penyebaran Islam di Melaka khususnya dan juga seluruh Nusantara Naqsyabandiyyah is a popular tariqa in Indonesia. The tariqa became a sufistic communication medium between humans and God. This article aims to identify the sufistic transcendental communication paradigm in religious activity. Transcendental communication is communication between humans and gods with a Sufistic approach. From a sufism perspective, the tariqa is a massive activity in Indonesian Islam. Sufism desires the cleanliness of the human heart qalb and mind aql in serving Allah. Human servitude to Allah is a feature of sufistic communication that prioritizes total awareness and obedience. Sufistic and transcendental communication have the same dimension and concept ubudiyah worship. One form of the massive sufism movement in the world is the Qadiriyyah Naqsyabandiyyah. This tariqa becomes a testament for humans to communicate with Allah through zikr. This type of research is qualitative. Qualitative research explains descriptively and comprehensively the paradigm of sufistic communication in the Qadiriyah Naqsyabandiyya tariqa. Data is obtained through text documentation that presents papers in scientific journals that raise the theme of sufistic communication, sufism, and tariqa. Data analysis of this study used descriptive analysis. The results of this study show that the tariqa prioritizes vertical communication with Allah. Aql and qalb became the basis of sufistic communication. Thus, zikr and prayer practiced in the tariqa with murshid’s guidance bring people closer to profiles among a convenience sample of 37 Malay Muslim participants of Inabah program were measured using the Psychological Measure of Islamic Religiousness PMIR. Data were analysed using SPSS Positive relations with others emerged as the best-scored subscale whereas anger trait and depressed mood were minimal. Single and divorced respondents demonstrated significantly higher score for purpose in life. More favorable social desirability was reported by participants with no previous treatment. Less anger and depression were expressed by those not detained before. Essentially, psychosocial status of persons with substance use disorder undergoing Inabah program was moderate with some influences of sociodemographic factors. Sokhi HudaKidung Walisanga is a collection of Indonesian cultural heritage famous with Dhandang Gendis/Dhandang Gula. Dhandang ghendis Kidung Artati was authored by Walisanga as a medium of education and Islamic call that emphasizes the cultural basis of people as the objects. This is a kind of tasawuf education that consists of three elements 1 concept of human being life journey, 2 journey to a perfect life, and 3 achieved result. The first two elements are got by mediation medium to utilize a pure energy in reaching a psychological effect, a purified sole and peaceful heart. While the third, emphasizes on pragmatic uses such as self protection from dangers and possessing supernatural heirloom. From linguistic perspective, kidung emphasizes on sanepan metaphor style. While from art perspective, it has a creative, individualization, and harmonization elements. From philosophical perspective, it has axiological values emphasizing pragmatic uses in the world. Beside all of that, there is an important element of tasawuf which is not included in kidung, guide role. Kidung, finally, is walisanga’s cultural approach model in education and Islamic call which is primarily based on community cultural basis, thus, kidung nuance shows a style fcultural Syekh Qadirun YahyaAdmin DzikrullahAdmin Dzikrullah. 2015, Maret 25. Manaqib Syekh Qadirun Yahya, dalam http// AqibAqib, Kharisudin. 1997. Al-Hikmah. Surabaya Dunia Ilmu,Atabik AliAhmad Dan MuhdlorZuhdiAli, Atabik dan Muhdlor, Ahmad Zuhdi. 1989. Kamus Kontemporer Arab Indonesia, Yogyakarta Yayasan Ali Maksum Pondok Pesantren Power of Tasawuf ReikiSyamsul BakriBakri, Syamsul, 2009. The Power of Tasawuf Reiki, Yogyakarta Pustaka Pendidikan Islam dan Dakwah Pemikiran Teoritis Praktis KontemporerKamrani BuseriBuseri, Kamrani. 2003. Antologi Pendidikan Islam dan Dakwah Pemikiran Teoritis Praktis Kontemporer, Yogyakarta UII Filsafat Nilai, terj. Cuk Ananta WijayaFisieri FrondiziFrondizi, Fisieri. 2011. Pengantar Filsafat Nilai, terj. Cuk Ananta Wijaya, Yogyakarta Pustaka Rahasia Sufi, Jakarta Raja Grafindo persadaFathullah GulenGulen, Fathullah. 2001. Kunci-kunci Rahasia Sufi, Jakarta Raja Grafindo persadaDasar-Dasar Metodologi Penelitian Kualitatif Dalam Pendidikan Jakarta Raja Grafindo PersadaIbnu HajarHajar, Ibnu. 1996. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kualitatif Dalam Pendidikan Jakarta Raja Grafindo HamidHamid, Abdul, Al-Balali. 2003. Madrasah Pendidikan Jiwa, Jakarta Gema Insani Press. Esoterik Jurnal Akhlak dan Tasawuf Volume 2 Nomor 1 2016
Sedangkanmenurut istilah Secara Terminologi (istilah)Tarikat adalah Jalan yang mengacu kepada suatu sistem latihan meditasi maupun amalan-amalan (mu’tabarah, zikir, wirid, dan sebagainya). Menurut Ensiklopedi Islam tarekat berarti ; “perjalanan seorang saleh (pengikut tarekat) menuju Tuhan dengan cara menyucikan diri atau perjalanan yang
Menurut sebuah riwayat yang layak dipercaya, di Jawa ada suatu tarekat yang mirip dengan tradisi kaum Malamatiyah. Mereka akan merasa gagal bersuluk jika ketaatan mereka diketahui orang lain. Bukan saja fokus membasmi potensi riyak, para malamat lebih fokus pada peperangan melawan ego sendiri. Mereka mengenal kombinasi menyalahkan diri sendiri malamatun nafs, memperkuat dawamul-iftiqor keadaan merasa hina secara permanen, dan katmul-ibadah menyembunyikan ibadah. Para pionir aliran ini, seperti Syeikh Samnun al-Qassar menyebut jalan spritual mereka sebagai jalan kesalahan’. Tidak memberi ruang sedikitpun bagi diri sendiri untuk merasa benar atau baik. Jadi lebih fokus ke dalam, semacam disipliner batiniah yang sangat ekstrem. Istilah malamatun-nafs adalah kosa kunci yang diperkenalkan oleh kalangan Malamatiyah awal seperti diceritakan dalam kitab Risalah Malamatiyah karya Syeikh Hakim at-Tirmidzi. Sedangkan katmul-ibadah diperkenalkan oleh Syaikh Syihabuddin Suhrawardi, seorang penulis kitab babon tasawuf, Awariful Ma’aarif, sebagai konter-wacana kecendrungan ekstrim kalangan Malamatiyah dalam mengumbar dosa agar terlihat tidak taat. Hal ini untuk membedakan mana praktik Malamatiyah yang benar dan mana yang mengada-ada. Maksudnya, pada masa sebelumnya sebagian kaum Malamatiyah menzahirkan kesalahan di tengah makhluk agar dicap tidak taat. Tradisi menyembunyikan ketaatan, tetapi menzahirkan kesalahan dijalankan secara ekstrem oleh banyak kelompok sampai batas yang mengkhawatirkan. Artinya ada potensi penyelewengan, potensi kepura-puraan, penipuan, dan pemalsuan yang terjadi. Singkatnya, lahir suatu gaya spiritualitas yang membenarkan perbuatan salah dan dosa. Fitness Why move-to-earn is the next evolution of fitness clenbuterol for sale uk 2022 Free Fitness Apps To Download For At-Home Workouts On Your Time Seperti disebutkan oleh Syeikh Fariduddin Attar dalam salah satu fragmen Mantiqut Thayr-nya, menceritakan keterperosokan seseorang yang mendaku malamat orang yang mencerca diri ke dalam kubangan lupa dan dosa sampai pindah dari satu agama ke agama lain, dan hidupnya berakhir di ketiak perempuan non-muslim. Zahir mereka yang tidak taat seringkali digunjing, di-bully, dan difitnah oleh kalangan yang terbuai dengan aksesori agama. Menurut sebagian riwayat, kaum Malamat akan meningkat level spritualitasnya ketika orang lain meremehakan, memandang sebelah mata, dan tidak memanusiakannya. Malamatiyah bukan sufisme tasawuf, dan bukan pula tarekat seperti pernah disampaikan oleh beberapa ahli tasawuf, tetapi lebih sebuah kecenderungan bersuluk yang berkembang sejak abad-9 Masehi. Bahkan kadang, kesan saya, Malamatiyah lebih cenderung menjadi ragam pilihan sufistik-personal. Kembali ke tarekat Akmaliyah yang dekat dengan para malamat itu, para penganutnya praktis tidak terlihat melakukan ibadah formal yang syar’i. Mereka tidak menampakkan semua kewajiban tarekat mereka, seperti zikir dan amalan tambahan lainnya. Menurut seorang peneliti, pengamal tarekat ini hanya bisa dikenali dari praktik hidup hariannya, terutama ekstremnya mereka melayani kaum lemah dalam segala kondisi mereka, fis sarraa wad dhoorro’. Mereka bersedekah dalam segala keadaan, baik ketika longgar maupun sesak secara ekonomi. Tindakan sosial yang menggembirakan, meringankan beban, dan membuat nyaman hidup orang lain menjadi ciri utama para pengamal tarekat ini. Tarekat Akmaliyah adalah salah satu tarekat muktabar walau tanpa lisensi kemuktabaran dari lembaga formal lokal. Banyak kiai-kiai NU mengamalkan tarekat Akmaliyah, tetapi organisasi JATMAN Jami’iyah Tarekat Muktabarah Nahdliyah tidak memasukkan Akmaliyah sebagai salah satu tarekat muktabar. Status muktabar artinya sebuah tarekat sudah dikenal luas kebenaran ajaran dan kesinambungan silsilahnya, sudah terverifikasi oleh para ulama dan umat. Akmaliyah adalah salah satu lokal yang pernah ada dan bertahan sampai hari ini. Dikatakan lokal karena silsilah atau matarantai sanadnya sangat pendek, yakni dari Syeikh Siti Jenar langsung melompat ke Sayyidina Abu Bakar Shiddiq kemudian kepada Rasulullah SAW. Ini versi sanad yang saya percaya secara subjektif. Ada beberapa silsilah Akmaliyah lainnya, tapi karena beberapa alasan subjektif, saya abaikan. Harus diakui belakangan, banyak sekali versi Akmaliyah yang memiliki potensi menjadi pseudo-sufisme. Setiap tarekat dalam perjalanannya memiliki dinamika yang tidak linear, apalagi seperti Akmaliyah yang dalam jangka panjang tercerai-berai secara ajaran dan praktik karena kegiatan politis mereka melawan penjajahan. Para mursyid Akmaliyah awal, terutama Syeikh Siti Jenar, Sunan Kali Jaga, dan belakangan Sultan Agung Hanyokrokusuma membimbing para murid Akmaliyah sampai tahap mendapatkan kematangan spiritual. Bahasa vulgarnya, mereka dibimbing sampai mendapatkan kewalian. Setelah abad-16 Masehi, para pengamal tarekat Akmaliyah ini tersebar di dua jalur, yakni di kraton-kraton kesultanan Islam Jawa atau di kalangan internal kraton, dari para sultan, pangeran, sampai kepada pegawai terendah kesultanan. Matarantai sanad mereka dari Syeikh Siti Jenar ke Sunan Kalijaga ke Mas Karebet ke Panembahan Senopati ke Sultan Agung ke puteranya Pangeran Amangkurat Agung dan seterusnya. Sebagian pendapat mengatakan dari Sultan Agung ke puteranya Pangeran Toposono makamnya di Semarang dan ada juga di pesareyan para sultan di Kotagede. Sedangkan sanad yang dari jalur Syeikh Siti Jenar ke Ki Ageng Kebo Kenongo yang kemudian dilanjutkan Sultan Pajang, Mas Karebet, dan kemudian kepada puteranya, Pangeran Benowo. Seperti kita ketahui, dari Pangeran Benowo inilah lahir para ulama yang nantinya mendirikan pesantren-pesantren di Jawa. Jadi, hubungan pesantren dan para sultan Jawa bukan saja hubungan kekerabatan, tetapi juga hubungan spritualitas. Sekarang, praktis sangat sedikit orang yang mengetahui kompleskitas hubungan dua golongan lama dalam pranata sosial masyarakat Jawa. Masih menurut hasil penelitian seorang karib, salah satu mursyid tarekat Akmaliyah yang bisa dijadikan pegangan di zaman modern adalah Syaikhona Kholil Bangkalan. Bahkan menurut Kiai Agus Sunyoto, Mbah Hasyim Asy’ari adalah seorang mursyid Akmaliyah. Dari kedua masayikh NU ini dilanjutkan oleh beberapa mursyid Akmaliyah di sejumlah pesantren di Jawa Timur. Satu dekade lalu, Mbah Ghafur, Blitar, Jawa Timur, juga membaiat para murid beliau dalam tarekat Akmaliyah dengan bungkus tarekat lain. Ajaran tarekatnya adalah Akmaliyah tetapi namanya memakai tarekat Syatariah atau Syadziliah. Hal ini sudah biasa dilakukan oleh para mursyid Akmaliyah. Saya sengaja menyebutkan sekelumit cerita tarekat Akmaliyah di pesantren sampai hari ini agar Akmaliyah sebagai suatu tarekat yang diwariskan oleh para wali Jawa bisa terpelihara dan para murid Akmaliyah bisa merujuk kepada guru-guru Akmaliyah di pesantren agar tidak tergelincir pada spekulasi dan kemungkinan atau potensi pesudo-sufisme di zaman milenial. Apa yang menarik dari kalangan Malamatiyah dan Akmaliyah, bahwa jalan spritualitas itu membutuhkan suatu tingkat disipliner yang sangat ketat dan tinggi. Tidak ada jalan nyaman bagi para pencari kebenaran. Semua diperoleh melalui serangkaian kewajiban ekstra ketat dalam menjalankan ibadah, menuntut pengetahuan, dan menjaga kemurnian batin. Wal-Allahu-a’lam bishawab.
DiSumatera pengikut tarekat Rifa‘iyah memainkan debus yaitu menikam diri dengan benda tajam, diiringi zikir-zikir tertentu. Hal ini diungkap oleh Snouck Hurgronye dalam de Acehers bahwa debus dan rebana yang dimainkan di Sumatera ini sangat erat hubungannya dengan Rifa‘iyah. Pernyataan ini pada dasarnya masih bisa diteliti kebenarannya.
AmalanZikir Setelah Shalat. Keterangan dari kitab risalah al-Mu’awanah karya Sayyid Abdullah ibn Alawi ibn Muhammad al-Haddad, seyogyanya anda selalu rajin membaca zikir dan doa (yang dibaca) setelah shalat, dan yang berasal dari Nabi Saw. Demikian pula yang dibaca pada pagi dan sore hari serta ketika hendak dan setelah bangun tidur, dan
Secaraumum amalan zikir (wirid) dalam Tarekat Tijaniyah terdiri dari tiga unsur pokok yaitu, Istigfar, Shalawat, dan Hailalah.
OoxIsPF. 463 204 125 212 129 169 472 208 261
amalan zikir tarekat akmaliyah